Oleh: Achmad Ramli Karim
Pemerhati Politik & Pendidikan
Bullying atau perundungan adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang-ulang untuk menyakiti atau membuat orang lain merasa tidak nyaman. Bullying bisa dilakukan secara verbal, fisik, maupun sosial, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Perundungan atau bullying di sekolah adalah tindakan yang dapat merusak mental dan fisik korban.
Kasus perundungan dan kriminal yang terjadi dikalangan pelajar termasuk anak usia di bawah umur, hingga kalangan profesi koderanpun terus meningkat dan menyebabkan korban meninggal atau bunuh diri. Hal ini terjadi sebagai dampak dari pola hidup merdeka, bebas tanpa batas etika dan norma agama yang dianut oleh tiap-tiap penduduk.Tak sedikit remaja atau pelajar yang terlibat dalam kasus penganiayaan/perundungan (bullying), pencurian, pembegalan, pemerkosaan, dan tawuran antar pelajar atau geng motor.
Data Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan adanya peningkatan kejahatan anak mulai dari tahun 2020 hingga 2023. Tercatat 2.000 anak berkonflik dengan hukum (ABH) per Agustus 2023. Sejumlah 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan 526 anak lainnya menjalani hukuman sebagai narapidana (Kompas.id, 19/9/2024).
Universitas Diponegoro (Undip) mengakui adanya kasus bullying atau perundungan di dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Pengakuan itu disampaikan saat berada dalam satu forum bersama anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago. “Kami menyadari sepenuhnya, kami menyampaikan, dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis di internal kami terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal,” kata Dekan FK Undip Yan Wisnu di aula FK Undip. (detikNews 13/9/2024).
Untuk diketahui, dugaan praktik bullying di PPDS ini menyeruak setelah meninggalnya dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Undip. Dugaan perundungan ini sudah dilaporkan pihak keluarga dr Aulia ke Polda Jateng.
Tujuan pendidikan itu sendiri tidak berdiri sendiri, melainkan implementasi dari cita-cita nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Hal ini berarti penyusunan konsep pendidikan nasional (Kurikulum) oleh dewan pakar, wajib menjabarkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut.
UU Sisdiknas merupakan landasan hukum bagi pengelolaan pendidikan di Indonesia. UU ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan membentuk generasi yang berkualitas dan bertanggungjawab (generasi emas). Yaitu, generasi tangguh yang beriman dan bertaqwa, menguasai IPTEK, memiliki attitude dan karakter, agar mampu membangun peradaban bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa- bangsa lainnya (Charakter Building).
Pendidikan nasional pada hakikatnya berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur.
*Pemerintah Seharusnya Mengembalikan KBK*
Penerapan sistem pendidikan sekuler di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini, terbukti telah gagal melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa. Akibatnya, tindak kriminal, khususnya yang dilakukan anak usia sekolah/remaja, makin meningkat. Melalui penerapan sistem pendidikan sekuler, Pemerintah terbukti telah gagal menjalankan misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Apalagi misi mewujudkan generasi emas yang beretik dan berperadaban. Pemerintah juga telah gagal melindungi remaja dan anak-anak dari berbagai ancaman amoral (bullying, judi & narkoba), asusila dan tindak kriminal.
Pendidikan sekuler adalah sistem pendidikan umum yang diterapkan di negara-negara yang menerapkan paham sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dengan negara. Dalam pendidikan sekuler, pemahaman agama diusahakan untuk dikesampingkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain politik tidak bisa dicampur adukan dengan kebijakan (politik), atau pemisahan antara agama dengan politik.
Sekularisme juga dapat diartikan sebagai ideologi yang menolak pengaturan sacral dan berpendapat bahwa agama tidak boleh dimasukkan ke dalam urusan politik, negara, atau institusi publik lainnya. Sementara Indonesia yang mayoritas Muslim, selain berdasarkan hukum juga berlandaskan pada norma agama khususnya norma Islam sebagai penduduk mayoritas. Karena negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah sesuai agama dan keyakinannya itu.
Jangan norma agama
hanya sebatas urusan ritual ibadah atau penyembahan saja kepada Tuhan YME, sedangkan keputusan politik (kebijakan publik) khususnya bidang pendidikan dipisahkan dari nilai-nilai moral dan norma agama. Norma setiap agama yang sah diakui oleh konstitusi negara, seharusnya menjadi landasan serta acuan dalam pengambilan keputusan politik (kebijakan pendidikan).
Jika sistem pendidikan sekuler yang dijadikan acuan (Kurikulum), justru akan menjauhkan peserta didik dari norma agama, maka akan lahir generasi emas yang amoral, tidak memiliki karakter dan peradaban serta mengabaikan iman dan taqwa kepada Tuhan YME. Sosok generasi yang demikian akan terwujud, jika konsep pendidikan tidak ditata ulang sesuai tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana tuntutan Penbuaan UUD 1945 tersebut.
Saat ini lingkungan sosial tempat anak dan remaja bergaul juga tidak mencerminkan lingkungan kehidupan yang sehat, sebab lingkungan masyarakat yang di dalamnya marak judi online, miras, pergaulan bebas, prostitusi, narkotika, dan perundungan (bullying).
Mendidik anak adalah membekali kompetensi serta membentuk karakter dan kepribadian anak itu sendiri, sedangkan pendidikan sekuler berbasis kebebasan dan kemerdekaan peserta didik sebagai hak individu. Karena mengutamakan kecerdasan intelektual, keterampilan, dan penguasaan teknologi, dengan mengabaikan faktor etika dan moralitas individu serta sumber peradaban bangsa yaitu iman dan taqwa kepada Tuhan YME.
Dominasi sistem pendidikan sekuler di tengah-tengah penduduk Muslim terbesar merupakan ancaman dan tantangan. Karena memungkinkan akan lahir generasi-generasi anti agama (sekularisme), yaitu generasi yang telah menanggalkan ajaran agamanya. Karena jauh dari ajaran dan tuntunan agama, mereka sangat rentan menjadi generasi amoral bahkan kriminal. Akibatnya, akhir-akhir ini di kalangan remaja marak kasus judi online, bullying, pornografi, seks bebas, narkoba, tawuran antar pelajar, dan kejahatan lainnya.
Diantara konsep pendidikan yang pernah diterapkan secara nasional, konsep yang paling sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia, adalah Kurikulum Pendidikan nasional berbasis kompetensi (KBK) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 adalah kurikulum yang menggabungkan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
KBK 2004 memiliki beberapa kelebihan, di antaranya: (1) Mengembangkan kompetensi siswa pada setiap aspek pelajaran, (2) Mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, (3) Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan kondisi sekolah atau daerah, (4) Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa untuk menguasai pengetahuan sekaligus kompetensi dari pengetahuan tersebut.
Selanjutnya uji coba KBK berjalan selama 2 tahun, dan disempurnakan melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2016. Hal yang secara mendasar berubah pada KBK dibanding kurikulum 1994 adalah perubahan pendekatan pembelajaran, yakni dari Content Based Learning (pembelajaran berbasis materi) menjadi Competency Based Learning (pembelajaran berbasis kompetensi). Demikian juga adanya kebijakan pengintegrasian nilai-nilai karakter bangsa (charakter building) para setiap mata pelajaran.
Dengan konsep pengintegrasian karakter bangsa pada setiap mata pelajaran, pendidikan itu sangat membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka meletakkan pundasi peradaban umat manusia sebagai zoon politicon.
Zoon Politicon adalah istilah yang digunakan oleh Aristoteles untuk menyebut manusia sebagai makhluk sosial. Istilah ini terdiri dari kata zoon yang berarti “hewan” dan politicon yang berarti “bermasyarakat”.
Dengan alasan tersebut, pendidikan harus terukur untuk mampu membangun peradaban dan karakter bangsa sebagai bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Ciri peradaban bangsa Indonesia yang ingin dicapai, sebagaimana konsep dan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yaitu;
(a). Mengembangkan potensi peserta didik, (b). Membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, (c). Mencerdaskan kehidupan bangsa, (d). Membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (e). Membentuk manusia yang berakhlak mulia, (f). Membentuk manusia yang sehat, (g). Membentuk manusia yang berilmu, serta (h). Membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Bukan membentuk generasi atau warga yang merdeka belajar, tetapi tidak bertanggungjawab serta menanggalkan nilai-nilai moral dan karakter (culture bangsa).
Dalam pandangan Agama Islam, pendidikan bukanlah sekadar media transfer ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tetapi juga merupakan “media pembentukan peradaban bangsa” seperti kepribadian dan peradaban manusia (Character Building). Yaitu pembentukan pola pikir dan pola sikap yang dilandasi oleh nilai-nilai sosial, etika, dan moral, pada peserta didik. Pola pikir dan pola sikap yang dimaksud, adalah berkaitan dengan pemahaman serta penguasaan peserta didik terhadap hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat yang majemuk.
Sinergitas antara keluarga (informal), guru (formal) dan lingkungan masyarakat (nonformal) yang ditopang dengan kebijakan (politik) oleh kekuasaan negara dalam melaksanakan sistem pendidikan, terbukti melahirkan generasi cerdas disaat penerapan Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah diterapkan di Indonesia.
Sistem pendidikan yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan seperti sains dan teknologi, dengan tuntunan agama seperti aqidah, akhlak, dan peradaban, adalah konsep pendidikan yang sempurna. Karena membentuk keseimbangan antara nalar (logika), dengan tuntutan nurani (iman) seseorang dalam bersikap dan bertindak. Tujuannya adalah untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas dalam urusan duniawi, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agamanya dan mampu menerapkan nilai-nilai agama tersebut dalam sikap dan tindakannya.
Yakinlah, bahwa hanya sistem pendidikan berbasis kompetensi, nilai-nilai religius dan karakter yang akan melahirkan peradaban bangsa serta generasi emas 2045. Yaitu generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, cerdas, kreatif dan berbudi pekerti luhur.
Makassar, 5 Oktober 2024