Menkeu Purbaya Tolak APBN Jadi “Tumbal” Utang Proyek Kereta Cepat Warisan Jokowi

JAKARTA – pantau24jam.net. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang kini membengkak hingga US$ 7,27 miliar.

Menurut Purbaya, APBN seharusnya tidak dijadikan “tumbal” untuk membayar pinjaman KCIC ke China Development Bank (CDB) beserta bunga 3,7–3,8% dengan tenor hingga 35 tahun.

Bacaan Lainnya

“Danantara sudah punya manajemen sendiri, punya dividen yang rata-rata mencapai Rp 80 triliun per tahun. Utang proyek ini seharusnya mereka kelola mandiri, jangan semuanya dibebankan ke APBN,” tegas Purbaya. Ahad, (12/10/2025).

Purbaya menambahkan, hingga saat ini belum diajak diskusi langsung oleh manajemen Danantara terkait pengelolaan utang proyek.

Proyek kereta cepat, yang kini dikenal sebagai Whoosh, awalnya menelan biaya US$ 6,07 miliar.

Seiring pembengkakan biaya, pendanaan tambahan melibatkan beberapa BUMN, termasuk PT KAI, PTPN VIII, dan BUMN konstruksi, hingga akhirnya negara ikut menjamin proyek.

Aktivis sosial dan mantan sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menyebut ada tujuh pihak yang menjadi biang kerok.

Ketujuh biang kerok tersebut di antaranya mantan Presiden Joko Widodo, Rini Suwandi, Luhut Binsar Pandjaitan, Erick Thohir, Sri Mulyani, Budi Karya Sumadi, dan DPR.

Menurut Said, proyek ini sebenarnya dinyatakan tidak layak dalam studi kelayakan awal dari Jepang karena jaraknya terlalu dekat hanya 120 km, padahal kereta cepat idealnya minimal 400 km.

Meski demikian, lobi dari China memengaruhi keputusan pemerintah untuk tetap melanjutkan proyek.

Janji China bahwa proyek tidak memerlukan subsidi APBN dan sepenuhnya dikelola oleh BUMN ternyata tidak terpenuhi.

Akibatnya, pembiayaan proyek membengkak hingga Rp 25–30 triliun, menimbulkan risiko keuangan yang kini menjadi perhatian Purbaya.

Said Didu menegaskan, pihak-pihak yang menyetujui dan menjalankan proyek itu harus bertanggung jawab.

“Sangat tidak adil jika seluruh rakyat Indonesia, termasuk yang tidak pernah naik kereta cepat di Papua, Maluku, Sulawesi, atau Aceh, ikut menanggung beban proyek ini,” katanya.

Id Amor

 

 

Pos terkait