Bawaslu Sulawesi Selatan, Soroti Penolakan 13 PSU di Jeneponto

MAKASSAR pantau24jam.net. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jeneponto 2024 menuai perhatian dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Adapun sorotan tersebut mengarah kepada penolakan pemungutan suara ulang (PSU) di 13 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Bacaan Lainnya

Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel, Mardiana Rusdi menanyakan alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jeneponto menolak rekomendasi PSU tersebut. Padahal, pihaknya menemukan lima pemilih yang mempunyai nomor induk kependudukan (NIK) ganda.

“Kami ingin mengetahui alasan KPU Kabupaten Jeneponto yang tidak menindaklanjuti rekomendasi PSU oleh Bawaslu Kabupaten Jeneponto. Ada 15 TPS dan saya mau tanya satu-satu dulu”, ujar Mardiana Rusdi. Ahad, 8/12/2024.

Hal itu dipertanyakan Bawaslu Sulsel usai KPU Jeneponto membacakan hasil rekapitulasi perolehan suara pemilihan gubernur (Pilgub) Sulsel di Hotel Novotel, Makassar. Ahad, 8/12/2024.

Syarat PSU-nya adalah seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama maupun berbeda. Di Kelara, TPS 05 Desa Tolo’ Barat, kami menemukan pemilih dengan NIK ganda yang juga terdaftar di TPS Turatea. Tambahnya.

Bawaslu Provinsi Sulsel pun menyoroti di Kecamatan Bontoramba, Kabupaten Jeneponto. Terdapat pemilih yang tak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun, justru mendapat kesempatan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan status Daftar Pemilih Tetap (DPK).

“Tetapi syarat DPK adalah pemilih yang memiliki KTP elektronik, artinya orang ini tidak bersyarat. Pemilih yang tidak terdaftar dalam pemilih diberikan kesempatan suara dalam TPS itu berpotensi PSU. Jadi, Bontoramba ada empat yang kasusnya seperti itu. Sehingga, memang kami dorong dalam konteks memenuhi unsur persyaratan”, ungkapnya.

Mardiana awalnya menyebut Jeneponto sebagai salah satu daerah yang diatensi karena ada sejumlah catatan peristiwa yang terjadi di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).

“Beberapa case yang mesti kita luruskan, mungkin ini waktunya kita mempertanyakan bukan menguji kualitas tapi memastikan otentifikasi itu bisa disandingkan dengan data yang ada. Kami juga (ada) beberapa catatan terkait dengan peristiwa-peristiwa dan case di rekap berjenjang,” kata Mardiana.

Dia pun menagih KPU Jeneponto untuk membuka dokumen dari kasus yang terjadi di TPS maupun saat rekapitulasi berjenjang. Pihaknya mengaku perlu pertanggungjawaban akuntabilitas dari KPU Jeneponto.

Selain itu, Mardiana juga merinci sejumlah hasil temuan pengawas pemilu di Jeneponto usai KPU menyatakan semua sudah clear saat rekapitulasi berjenjang. Menurut Mardiana, wajar jika saksi mempertanyakan hal tersebut dan harus dibuktikan.

“Kalau ada yang belum clear walaupun itu sudah ditanyakan di tingkat (rekapitulasi) Kabupaten Jeneponto, maka saksi punya hak mempertanyakan itu. Karena penting juga untuk memastikan data-data ini betul-betul sudah clear, tinggal pembuktian ontektiknya saja,” jelasnya.

“Kita (Bawaslu) juga sebenarnya ingin mengetahui alasan KPU Jeneponto tidak menindaklanjuti PSU yang sudah direkomendasikan oleh teman-teman Bawaslu Jeneponto. Ada 8 TPS direkomendasikan untuk gelar PSU Pilkada. Tolong dijelaskan,” lanjut Mardiana.

Dia mencontohkan seperti kasus di TPS 005 Kelurahan Tolo Barat, Kecamatan Kelara yang direkomendasikan untuk menggelar PSU. Alasan Bawaslu merekomendasikan PSU karena ada pemilih yang tidak bersyarat tetapi diberi kesempatan memilih.

“Kenapa direkomendasikan PSU, karena pertama ada 51 pemilih DPK (daftar pemilih khusus) yang diasistensi oleh Bawaslu Jeneponto dalam kondisi yang abnormal,” katanya.

“Nah saya ingin menanyakan bahwa saya kira syarat PKPU sudah jelas terkait PSU. Jika ditemukan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan mendapatkan kesempatan dalam memberikan hak suara dalam TPS itu potensi PSU, termasuk pemilih yang menggunakan hak suaranya di TPS yang berbeda,” sambung Mardiana.

Pihaknya menemukan 51 pemilih DPK dalam daftar hadir itu juga masuk dalam DPT di TPS yang sama yaitu TPS 005. Lalu ada pemilih satu orang yang memilih di TPS yang sama di dua TPS berbeda.

“TPS 005 di Kelara dan TPS 004 di Kelurahan Paitana, Turatea. Ada pemilih yang juga statusnya DPT dan juga dicatat dalam DPK, itu dua orang. Yaitu atas nama H Jora, bertanda tangan di DPT dan DPK,” rinci Mardiana.

Berikutnya, lanjut Mardiana, ada pemilih atas nama Udin di TPS tersebut juga terdaftar di DPK juga terdaftar dalam DPT.

“Lalu Ini tidak dianggap PSU? Saya mau nanya, pemilih DPK itu beberapa di kecamatan itu cukup tinggi nilainya. Di Kecamatan Bangkala 415, Tamalatea 366, Binamu Tiga 88, Kelara 352,” katanya.

Dia juga heran membludaknya DPK di Tolo Barat, Kecamatan Kelara. Setelah diasistensi, sejumlah daftar dalam DPK ternyata juga masuk dalam DPT.

“Kecamatan Kelara, Desa Tolo Barat, hampir semua pemilih DPK cukup tinggi, TPS 001 ada DPK sebanyak 19, setelah kami asistensi pemilih ini juga terdaftar di DPT, di TPS yang sama. Tetapi karena kelalaian petugas (KPPS) itu memasukkan ke dalam DPK,” ujarnya.

Pihaknya juga menemukan daftar hadir tak normal di TPS 002 Tolo Barat. Bahkan sempat viral adanya KPPS yang menandatangani daftar hadir.

“Itu kemudian tidak ada klarifikasi dari KPU sebagai otoritas yang harusnya melakukan ke bawah terkait dengan situasi yang tidak umum ini. Harusnya ada tindakan yang konkret dilakukan oleh KPU. Kemudian di Kecamatan Bangkala, ada 415 pemilih DPK,” katanya.

Mardiana menyayangkan pengawas di tingkat bawah tak diberi akses untuk mengawasi dokumen usai pemilihan. Bukan hanya hasil pemilihan di TPS tetapi juga daftar hadir tak diberikan ke pengawas TPS.

“Penyandingan data itu dibutuhkan ketika ada masalah, tetapi sampai hari ini kita tidak mendapatkan dokumen itu. Ini mohon diatensi terkait dengan persoalan di Jeneponto,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua KPU Jeneponto Asming Syarif merespons dengan mengaku tak mendapat rekomendasi dari Bawaslu soal PSU. Dia hanya mendapat rekomendasi dari Panwascam.

“Kami tidak pernah mendapatkan rekomendasi dari Bawaslu. Yang kami dapat adalah rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan Kelara dan ditujukan kepada PPK Kecamatan Kelara,” katanya.

Terkait TPS 005 memang ditemukan 51 DPK dalam daftar hadir. Namun hal itu disebabkan karena kekeliruan pencatatan oleh KPPS setelah ditelusuri.

“Setelah kami telusuri, ternyata hanya ada 16 orang itu harusnya dicatat sebagai pemilih DPK,” ujar Asming.

Dia lanjut menjelaskan soal rekomendasi Panwascam Kelara yang merekomendasikan PSU karena pemilih memilih 2 kali pada TPS berbeda tak dijalankan. Alasannya hanya satu pemilih yang ditemukan tak bersyarat.

“Yang dianggap bermasalah ini berdasarkan rekomendasi Panwascam Kelara itu hanya satu orang pemilih. Atas nama pemilih, Sulaiman. Sulaiman ini berdasarkan rekomendasi Panwascam Kelara, menurut penelitiannya, atas nama Sulaiman itu juga ditemukan di Turatea,” katanya.

Berdasarkan aturan, kata dia, temuan satu orang tak bersyarat memilih itu tak bersyarat untuk digelar PSU. Pasalnya, frasa dalam aturan harus lebih dari satu orang.

“TPS 005 Tolo Barat ini tidak memenuhi syarat PSU, kami sampaikan ke jajaran pengawas pemilu untuk dapat ditelusuri dan dilakukan penanganan pelanggaran sesuai dengan perundang-undangan,” katanya.

Diketahui, KPU Jeneponto merupakan daerah terakhir yang memaparkan hasil rekapitulasi suara hingga hari ketiga rekapitulasi suara Pilgub Sulsel. Proses rekapitulasi suara oleh KPU Jeneponto masih berlangsung hingga saat ini.

Tim

Pos terkait