Ketika Jokowi Dinasehati Abu Bakar Ba’asyir
by M Rizal Fadillah
Abu Bakar Ba’asyir pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Jawa Tengah berkunjung ke tempat kediaman Joko Widodo di Solo 29 September 2025. Tentu tidak ada yang istimewa pada kegiatan silaturahmi. Namun kejutannya adalah kunjungan tersebut dilakukan di tengah arus deras hujatan soal ijazah palsu dan desakan peradilan Jokowi atas dosa politik selama 10 tahun memerintah.
Konon silaturahmi itu isi utamanya adalah nasehat kepada Jokowi. Maklum kedatangannya adalah inisiatif Ba’asyir sendiri, bukan pengaturan apalagi undangan. Dua pesan spiritual penting yang disampaikan, yaitu :
Pertama, atas gonjang ganjing publik yang meresahkannya jika tidak benar, bersabar dan jika benar bertaubatlah.
Kedua, jika Jokowi korupsi, maka kembalikanlah dana yang didapat tidak benar tersebut, agar ringan jika kembali nanti.
Jokowi sendiri menyatakan di depan media bahwa ustadz Ba’asyir minta agar dirinya mengabdi kepada Islam. Entah apakah hal itu dikarenakan selama ini Jokowi kurang berkhidmah pada agama, khususnya Islam atau dinilai memang memusuhi Islam.
Semua nasehat tentu menjadi khas penyampaian seorang ulama atau ustadz yakni normatif. Tajam dan sederhana, mudah untuk diungkapkan tetapi kadang sulit untuk dijalankan. Kecuali hidayah telah tiba padanya. Taubat tentu tidak cukup ucapan minta ampun tetapi ada kesadaran dan mengakui kesalahan.
Jika konteksnya ijazah, Jokowi harus mengakui di depan publik bahwa ijazahnya itu palsu. Setelah pengakuan lanjut dengan kesiapan menerima hukuman karena dosanya menyangkut kejahatan atau kezaliman sesama. Andaipun Jokowi bertaubat tetap saja harus menjalankan sanksi hukum. Yang satu urusan dengan Tuhan, lainnya dengan sesama manusia. Masing-masing memiliki pola penyelesaian yang berbeda meski terkait.
Kedatangan Ustad Abu Bakar bukannya tanpa kritik, terkeras adalah bahwa ulama itu didatangi bukan mendatangi. Mendatangi justru membuka fitnah sekaligus merendahkan derajat ulama. Apalagi semua tahu Jokowi itu tipe pemimpin budek, buta, tuli. Munafik juga.
Keliru jika menganggap Jokowi itu figur kuat yang bakal berguna bagi Islam. Umat Islam tidak butuh pemimpin model Jokowi yang serakah, korup, nepotis, pembohong, dan culas. Kultur mistisnya pun berpengaruh kuat pada sikap sosial dan politiknya. Jokowi itu perusak umat dan bangsa.
Jadi biarlah Ustad Abubakar Ba’asyir menjalankan kewajiban berdasar ijtihadnya dengan datang menemui Jokowi. Risiko pribadi menjadi konsekuensinya. Sementara Jokowi mungkin menikmati kunjungan itu seperti kunjungan warga saja. Tidak berimplikasi pada karakter diri yang sudah terkunci. Hanya saja sebagai politisi Jokowi mampu mempolitisi.
Jokowi sedang sakit, ia membawa penyakit. Siapa mendekat harus waspada pada penularan.
Penyakit politik sesat sangat berbahaya bagi politisi, aparat, warga, ulama, aktivis, atau siapapun.
Naudzubillahi min dzalik.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 4 Oktober 2025