Serasa Tidak Punya Presiden
by M Rizal Fadillah
Tayangan video alumni UGM asli Heru Subagia yang mengomentari dengan serius pertemuan rahasia, tapi terpublikasi, mantan Presiden Jokowi dengan Presiden Prabowo di Kertanegara baru-baru ini cukup menggelitik. Menurut kang Heru hidup di Indonesia serasa tidak punya Presiden. Negara ini hanya milik mereka berdua.
Setuju pada pandangannya bahwa kedua orang itu nampaknya tidak berbuat banyak untuk rakyat yang hidup semakin berat dan didera berbagai problema. Presiden apalagi mantan Presiden hanya memikirkan diri dan kroninya semata. Pertemuan Kertanegara berkongkalikong tentang nasib mereka berdua. Konon saling melindungi bahkan saling sandera. Pokoknya berbincang tentang kepentingan sempit. Bukan rakyat, bangsa, dan negara.
Joko Widodo dan Prabowo adalah duo pemimpin bagai penguasa absolut. Menteri-menteri manut, anggota Dewan nurut, dan aparat yang hanya membuntut. “L’etat cest moi” mungkin keduanya berbisik sambil saling kedip dan pandang di meja makan. Nasib kita berdua adalah segala-galanya. Tidak penting nasib ojol, sopir angkot, buruh lepas, petani yang bingung sulit dapat makan.
Publik mempermasalahkan korupsi Jokowi dan famili, Prabowo dituntut bertindak, namun ia hanya pidato tentang korupsi antartika. Publik mempermasahkan ijazah Jokowi, Prabowo menganggap itu masalah kecil, mengejek mungkin ijazah dirinya dimasalahkan juga. Kejahatan Jokowi luar biasa, layak dihukum mati, Prabowo pun teriak, “hidup Jokowi !”.
Publik mendesak Kapolri diganti, Prabowo hanya berbasa-basi tentang reformasi. Kapolri membangkang, Jokowi senang, Prabowo tetap tenang. Publik meminta Menteri Jokowi diganti, justru Prabowo memuji bahwa para Menteri itu berprestasi. Resafel-resafelan hanya manipulasi dan sama sekali tidak berarti bagi rakyat. Kabinet gemuk, gemoy, dan tetap letoy.
Purnawirawan TNI desak makzulkan Gibran, Prabowo omon tentang pemimpin muda masa depan. Jokowi bilang satu paket, bocil harus diamankan. Prabowo patuh dan abaikan aspirasi. Menjaga kepemimpinan disabilitas demi stabilitas. Berjoget eforia tidak peduli rakyat yang sedang resah dan gelisah.
Duo Prabowo dan Joko Widodo kini menjadi trio bersama Gibran. Ketiganya adalah produk dari kecurangan dan keculasan politik. Bersorak girang seolah sebagai pemenang. Tantangan bagi Prabowo setahun masa pemerintahannya 20 Oktober 2025 adalah mampu bertindak tegas pada Jokowi bersama kroninya. Gibran tidak terkecuali.
Sekurangnya Prabowo tidak ikut campur atau melindungi Jokowi dan Gibran. Gaung adili Jokowi dan makzulkan Gibran adalah tuntutan rakyat yang sesungguhnya jalan dukungan kepada Prabowo. Ia harus mampu membaca peta jalan.
Jika Prabowo tetap tersandera dan terus manut pada kendali Jokowi, maka benarlah pandangan bahwa rakyat Indonesia serasa tidak punya Presiden. Konsekuensinya Konstitusi memberi jalan bagi pemakzulan Presiden dan atau Wakil Presiden. Risiko jauhnya trio Prabowo, Joko Widodo, dan Gibran layak menjadi musuh rakyat, musuh demokrasi, dan musuh Konstitusi.
Reformasi menjadi keniscayaan. Revolusi dapat menjadi opsi. Kebodohan dan ketidakberdayaan membawa pilihan pahit bagi kemerdekaan.
Mereka berkhianat atas kepercayaan.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 8 Oktober 2025