Parpol Membegal Kedaulatan Rakyat Melalui Transaksi Politik Dalam Koalisi

 

Oleh: Achmad Ramli Karim

Bacaan Lainnya

(Pemerhati Politik & Pendidikan)

Indonesia adalah negara dimana pemerintahannya menganut sistem demokrasi pancasila, yang berbeda dengan sistem demokrasi liberal (barat) yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi individu. Sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang menempatkan presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Dalam sistem ini, seorang Presiden seharusnya dipilih oleh MPR, sedangkan MPR dan DPR dipilih langsung oleh rakyat. Karena dalam sistem demokrasi Pancasila kedaulatan ada ditangan rakyat yang diberikan kepada perwakilannya melalui pemilu setiap lima tahun. Oleh karenanya MPR disebut penjelmaan dari kedaulatan rakyat, sebagaimana diamanahkan oleh para bapak pendiri bangsa (The Founding Fathers).

Bapak bangsa Indonesia sering disebut sebagai The Founding Fathers adalah julukan bagi 68 orang tokoh Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing dan berperan dalam perumusan bentuk atau format negara yang akan dikelola setelah kemerdekaan. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, agama, daerah, dan suku/etnis yang ada di Indonesia.

JJ Rousseau dalam teori kontrak sosial menekankan, bagaimana pentingnya kehendak umum (suara rakyat) itu harus menjadi dasar legitimasi publik.

Jean-Jacques Rousseau berpendapat bahwa masyarakat yang bebas adalah masyarakat yang diatur oleh hukumnya sendiri, dan bahwa teori kontrak sosial adalah kesepakatan rasional antara masyarakat dan pemerintah. Dalam teori ini, setiap individu melimpahkan hak-haknya kepada komunitas. Hal ini sejalan dengan norma agama yang mengajarkan bahwa hak asasi manusia (individu) sebagai mahluk sosial, berbarengan dengan hal orang lain. Hak individu harus sejalan dengan kewajibannya untuk tunduk dan patuh pada norma agama seta norma-norma sosial dalam tatanan hidup bermasyarakat.

Ciri-ciri masyarakat dalam teori kontrak sosial Rousseau, antara lain: (1) Kehidupan bersama menuntut pembatasan kebebasan masing-masing orang demi hak dan kebebasan orang lain. (2) Masyarakat madani lebih baik daripada kehidupan di alamiah. (3) Dalam masyarakat madani, properti dimiliki setelah menerima pengakuan dan perlindungan kolektif dari badan politik.

Namun jika kita cermati kondisi faktual atau realilitas politik sekarang ini, telah terjadi penyalahgunaan suara rakyat. Dimana kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah bersama DPR, sangat bertentangan dengan kehendak rakyat banyak (publik). Karena pemerintah dan DPR lebih mengedepankan kepentingan ekspansi bisnis oligarki, termasuk DPR rela melakukan kudeta konstitusi demi kepentingan imperialisme kaum kapitalis. Karena suara rakyat djadikan objek bisnis, ibarat saham yang diperdagangkan oleh para elit parpol melalui transaksi politik dalam koalisi. Seharusnya parpol tidak menjadi alat politik bagi ekspansi bisnis kaum kapitalis dan kepentingan politik oligarki, tetapi parpol seharusnya menjadi wadah politik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya.

Politik transaksional memiliki prinsip dasar memberi dan menerima. Kuncinya adalah, orang yang menerima pasti akan berusaha untuk membalas orang yang telah memberi. Dalam dunia politik, balasan ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk seperti transaksi kepentingan timbal balik. Disatu sisi elit parpol butuh biaya politik (cost politic) untuk menaikkan elektabilitas parpolnya, disisi lain pemilik modal (kapitalis) membutuhkan back up politik serta dukungan regulasi bagi kepentingan ekspansi bisnisnya.

Hal ini sangat penting direnungkan bersama oleh para penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, mau dibawa kemana Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sepuluh tahun terakhir?. Dimana suara rakyat sudah dijadikan bisnis politik oleh para elit partai politik, ibarat saham yang bisa diperjual belikan dalam pasar Koalisi politik. Dengan demikian, membeli suara rakyat dalam pemilu dan diperuntukkan bagi kepentingan kelompok kapitalis (oligarki), merupakan tindakan pembegalan suara rakyat (kudeta demokrasi).

*Sangat perlu disadari bahwa suara rakyat adalah suara yang bersumber dari nurani rakyat itu sendiri, sedangkan suara nurani insan merupakan suara Tuhan Yang Maha Esa.*

Jika benar DPR rela melakukan kudeta konstitusi demi kepentingan timbal balik (transaksi politik), antara kepentingan partai pengusungnya dan kepentingan imperialisme kaum kapitalis. Maka secara tidak langsung para elit parpol dapat diduga telah melakukan pembegalan terhadap kedaulatan rakyat, dan menyandera integritas anggota DPR. Karena anggota (Fraksi-Faksi) DPR dijadikan tameng oleh para elit parpol, guna memuluskan regulasi yang menguatkan sistem imperealisme di negara yang berlandaskan nilai-nilai pancasila. Sungguh suatu penghianatan, terhadap para pendiri bangsa (the founding fathers) yang telah meletakkan landasan fundamental NKRI yang berlandaskan pancasila. Demikian juga para elit parpol dalam sistem koalisi, telah melakukan pembegalan kedaulatan rakyat lalu menggadaikan dengan kepentingan kelompok melalui transaksi politik (politik transaksional). Dan bukan untuk kepentingan publik, melainkan untuk kepentingan kelompok oligarki.

Jangan seperti Maling Kundang yang berbuat durhaka kepada ibu kandung pertiwi (the founding fathers), yang telah melahirkan NKRI pada 18 Agustus 1945. Sekarang ini ibu pertiwi sedang membutuhkan patriot anak bangsa, yang ikhlas berjuang untuk mengembalikan eksistensi pertiwi sebagaimana cita-cita nasional yang diletakkan oleh para the founding father dalam UUD 1945. Bukan anak bangsa yang lahir di Nusantara, tetapi tumbuh besar menjadi cukong kapitalis (munafiq) dan penghianat bangsa.

Sekarang ini, persepsi publik terhadap integritas dan kinerja pejabat publik di pemerintahan, mengalami defisit negarawan dan kepercayaan publik. Dimana pejabat publik dan anggota DPR rela menggadaikan suara rakyat, untuk kepentingan bisnis pemilik modal (kapitalis). Akibatnya integritas pejabat publik dan anggota DPR tergadaikan melalui transaksi politik dalam pasar Koalisi parpol. Bahwa pemimpin NKRI 10 tahun terakhir sedang mengalami “Highlight” Seperti defisit negarawan dan integritas, degradasi moral dan etika. Terjadinya praktek normalisasi atau praktek komplik kepentingan antara kekuasaan dan bisnis, antara negara dan partai, dan bahkan antara kekuasaan dengan kekuatan Ormas keagamaan.

Hasil survey dari “Internasional Idea”, menunjukan ada gambaran suramnya persepsi publik, terhadap proses demokrasi dan pemerintah dibanyak negara. Termasuk salah satunya adalah Indonesia, dimana para pejabat publik mengalami krisis kepercayaan, terhadap demokrasi, terhadap keadilan, dan institusi negara.

JJ Rosseou dalam teori kontrak menekankan, bagaimana pentingnya kehendak umum dan bagaimana suara rakyat itu harus menjadi dasar legitimasi publik. Hal ini sangat penting direnungkan bersama oleh para pengambil kebijakan publik (penyelenggara negara), karena suara rakyat bersumber dari nurani rakyat itu sendiri. Sedangkan suara nurani manusia (hamba Allah SWT), adalah suara Tuhan. Menggadaikan Suara rakyat, berarti membegal suara Tuhan Yang Maha Esa.

Jika kita cermati realitas politik yang terjadi sekarang ini, telah terjadi adanya penyalahgunaan suara rakyat, dimana kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah bersama DPR, sangat bertentangan dengan kehendak rakyat. Karena pemerintah dan DPR lebih mengedepankan kepentingan ekspansi bisnis oligarki, daripada kepentingan publik. Bahkan DPR rela menggadaikan tupoksinya (integritas), melakukan kudeta konstitusi demi mekancarkan kepentingan ekspansi bisnis pemilik modal (imperealisme modern).

Akhirnya kaum (bangsa) kapitalis telah berhasil memporak-porandakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, melalui proxy war. Proxy war adalah sebuah perang yang terjadi antara dua negara atau dua kubu dimana negara-negara tersebut tidak terlibat secara langsung, melainkan melibatkan pihak ketiga (peran pengganti). Untuk melumpuhkan kekuatan proxy war dan ekspansi bisnis kaum kapitalis, maka hanya dapat dilakukan dengan membersihkan Kabinet pemerintahan dari orang-orang munafiq dan kaki tangan penghianat bangsa.

Mari sebarkan tagline Pancasila: “Uji Publik Iman & Taqwa Kepada Tuhan YME, syarat utama calon pemimpin NKRI”.


Makassar, 9 April 2025

Pos terkait