Basmi Korupsi Atau Revolusi

Basmi Korupsi Atau Revolusi

by M Rizal Fadillah

Bacaan Lainnya

9 Desember adalah Hari Anti Korupsi Se-dunia (International Anti Corruption Day). Jika dilombakan maka Indonesia pantas mengajukan Jokowi untuk mewakili.

Modal penghargaan sudah dimiliki yakni sebagai finalis koruptor kelas dunia (Person of the Year in Corruption) menurut Organization Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang merilis hasil investigasinya pada akhir tahun 2024.

Tentu kita tidak bangga dengan memiliki Kepala Negara yang dibaca oleh 50 Jurnal independen dan  jaringan enam benua sebagai tokoh koruptor kelas dunia. Sebaliknya kita malu betapa bobroknya negara.

Kebobrokan itu terbaca oleh jaringan komunitas jurnalis internasional. Kerjasama dengan jurnal lokal menambah valid atas data investigasi.

Peta korupsi dalam negeri menggambarkan Jokowi sebagai raja korupsi. Enam Menteri di era Jokowi terpidana korupsi yaitu Eddy Prabowo (Gerindra), Idrus Marham (Golkar), Imam Nahrowi (PKB), Yasin Limpo (Nasdem), Johnny G Plate (Nasdem), dan Juliari Batubara (PDIP).

Jokowi memainkan korupsi untuk mencengkeram partai politik. Korupsi dirinya aman dari sentuhan hukum. KPK, Kejagung, dan Kepolisian menjadi tangan kuat kepentingan sekaligus pelindung sang maestro.

Sejak menjabat sebagai Walikota Surakarta, Gubernur DKI, Presiden RI, bahkan setelah pensiun jejak korupsi Jokowi mudah untuk dilacak.

Sebagai contoh pelepasan aset Pemkot Surakarta Hotel Maliyawan tanpa persetujuan DPRD jelas menguntungkan Jokowi dan pemilik PT Sritex, duplikasi data BPMKS (dana pendidikan) dan pengadaan bus Trans Jakarta menggelontor duit ke kantong Gubernur.

Selama menjadi Presiden PSN, IKN, PIK1-2, Rempang, Whoosh, Covid 19, Bansos, nikel, emas, batubara dan proyek infrastruktur lainnya bukanlah program dan proyek yang bersih dari bocoran. Aliran ke pundi Jokowi dan famili harus ditelusuri.

Berapa bagian yang masuk saldo rekening tersebar dan berapa bagian lainnya yang masuk bunker atau koper ? Kesederhanaan Jokowi adalah wajah palsu dari kekayaan.

Pasca menjadi Presiden ternyata ruang korupsi masih terbuka. Rumah pensiun 12.000 M2 Colomadu didapat dengan memanipulasi luas lahan, permainan aturan, kesamaran pagu anggaran, serta pembangunan sekehendaknya. Menjebol APBN melalui kongkalikong antara Presiden, Menkeu, dan Mensesneg. Mungkin dianggap hasil keserakahan di akhir.

Jika petinggi TNI dan Polri menjadi kelas kapitalis serta pejabat, termasuk Menteri, adalah kaum borjuasi, maka bagaimana dengan Presiden ?

Ia potensial menjadi raja korupsi. Jokowi bukan potensial lagi tapi memang Raja Korupsi. Dunia sudah membaca, karenanya KPK harus bekerja. Sang Raja layak diadili dan dipenjara.

Bahkan mulai banyak yang berteriak ganyang Jokowi dan gantung.
Penderitaan rakyat mesti terbalaskan. Korupsi harus dibasmi.

Dimanapun kegagalan dalam  membasmi korupsi dapat berakibat revolusi.

Di hari anti korupsi sedunia ini pilihan bangsa semakin menyempit : Basmi korupsi atau Revolusi.

Mulai dari tangkap Jokowi dan runtuhkan oligarki.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 9 Desember 2025

Pos terkait