Air Mata Buaya Geng Solo

Air Mata Buaya Geng Solo

by M Rizal Fadillah

Bacaan Lainnya

Nonton video ini bingung juga mau ikut sedih, tersenyum, atau geleng-geleng kepala. Ada 5 orang, nampaknya kader PSI, berangkulan di depan rumah Jokowi lalu menangis berjamaah. Konon bahagia atau terharu 10 tahun tidak pernah ketemu Jokowi. Kini diterima dan katanya setuju gagasan deklarasi Barisan Geng Solo. Bulan Desember di Yogya atau Solo, kata yang dari Jakarta semua dalam rangka mendukung Gibran menjadi RI-1.

Adalah hak dan sah-sah saja memendam kerinduan 10 tahun, tapi aksi itu menambah jumlah berbagai aksi serupa. Intinya digambarkan Jokowi begitu dicintai oleh buzzer atau pengikutnya, maklum Marxisme eh Jokowisme. Kultus dibangun dengan rangkulan, tangisan, atau akting politik kepalsuan. Mau nangis mestinya di kamar mandi saja, tidak usah di depan kamera.

Sebutan negatif publik mulai dilembagakan. Sebelumnya sebutan ternak mulyono (termul) didemonstrasikan sebagai kumpulan orang berkaos monyet coklat. Dibentuk organisasi tanggal 23 Agustus 2025 dengan Ketua Firdaus Oiwobo, SH, MH, CFLS, CLA, LCA, CMK “Saya Doktor Kandidat”, kata Firdaus. Entah maksud apa organisasinya itu berlogo monyet coklat. Menyaingi Partai Coklat ?

Setelah PSI berlogo gajah, lalu Termul berlogo monyet, apa logo Barisan Geng Solo ? Buaya saja, cocok dengan air mata buaya. Buaya itu kalau sedang makan apalagi kenyang menangis. Nah itu untuk mengenang tangisan perindu dari NTT, Kaltim, Batam, dan Jakarta di depan rumah Jokowi. Adakah kumpulan ini diberi sangu (makan) oleh Jokowi sehingga menangis ?

Geng Solo adalah sebutan bagi jaringan pendukung Jokowi. Ada Menteri yang disusupkan pada Kabinet Prabowo, ada Kapolri, Panglima TNI, konglomerat, atau pejabat di berbagai tingkat. Geng Solo ini pula yang menyandera Prabowo melalui pendamping dekatnya Wapres Gibran yang setiap saat siap menerkam. Baik dengan manuver merontokkan kepercayaan, pembangkangan, atau mungkin juga racun. Gibran digadang-gadang harus jadi RI-1.

Jokowi datang ke Kertanegara dengan sejuta tafsir karena rahasia atau empat mata. Opini mainstream adalah Jokowi meminta perlindungan soal ijazah palsu, isu korupsi, dan Gibran. Kadang tipis antara meminta perlindungan dengan mengancam. Yang jelas Jokowi adalah figur yang mahir bermain sebagai korban. Jangan-jangan pertemuan Kertanegara juga merupakan diplomasi air mata buaya.

Kumpulan anak-anak menangis di depan rumah Jokowi adalah pelajaran bahwa kepalsuan itu melekat sebagai kamuflase persiapan gerakan kudeta merangkak menuju Republik Termul (RT) atau Republik Geng Solo (RGS).
Hantu Jokowi masih bergentayangan.

Mulai saat ini Prabowo harus waspada dan aktif menjadi pemburu hantu (ghost buster), berhenti menjadi budak hantu (ghost slave). Ganti Menteri, ganti Kapolri, makzulkan Gibran.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 10 Oktober 2025

Pos terkait