Zaenal Abidin Riam
Direktur Eksekutif PUSKAPI (Pusat Kajian Pemilu Indonesia)
Usia pemerintahan Prabowo Subianto masih hitungan bulan, belum genap satu tahun. Dalam rentang waktu yang masih belia, kabinet Prabowo tidak lepas dari gonjang-ganjing politik, ini telah menjadi hukum alam dalam dunia politik, setiap Presiden pasti mengalami dinamika politik yang tajam, di bagian ini kompetensi kepemimpinan Presiden diuji, mampukah ia memperlihatkan diri sebagai pemimpin tertinggi pada masa tersebut atau justru menjadi pihak yang dikendalikan oleh kekuatan lain?
Jika melihat rekam jejak Prabowo di masa lalu, dirinya bukan orang yang mudah disetir saat berada di posisi pucuk pimpinan, namun dinamika saat sebelum dan ketika menjabat Presiden tentu sangat jauh berbeda, sehingga rekam jejak masa lalu tidak selamanya bisa dijadikan rujukan untuk menilai kinerja masa kini. Terlepas dari hal tersebut, Prabowo selaku Presiden tetap berupaya menampilkan diri sebagai the real President. Prabowo terus menerapkan siasat agar kendali politik kekuasaan utuh berada dalam genggamannya.
Prabowo berupaya menjaga keseimbangan politik dalam pemerintahannya, hal tersebut tercermin dalam perlakuan Prabowo terhadap Jokowi dan Megawati, dua figur politisi yang kepentingannya saling bertolak belakang satu sama lain, bahkan keduanya terlibat konflik politik baik secara senyap maupun terbuka. Prabowo berupaya mengakomodir kedua tokoh ini. Prabowo paham betul ia memiliki utang budi politik terhadap Jokowi di masa pilpres sehingga sejauh ini tidak nampak tanda Prabowo ingin mengesampingkan Jokowi. Pada saat yang sama Megawati memiliki relasi politik yang erat dengan Prabowo di masa lalu, keduanya pernah berpasangan sebagai capres dan cawapres meski gagal meraih kemenagan, Prabowo tentu berkepentingan menjaga hubungan baik tersebut demi memastikan stabilitas politik di masa pemerintahannya.
Secara politik sejauh ini Prabowo berupaya memberikan ruang kepada kedua tokoh tersebut, langkah terbaru Prabowo yang bersilaturrahim dengan Megawati dan mengutus Jokowi ke Vatikan menghadiri pemakaman Paus Fransiskus mengonfirmasi hal tersebut, Prabowo mengirimkan pesan politik bahwa keduanya diberi ruang di era pemerintahannya. Kebijakan Prabowo mengutus Jokowi ke Vatikan merupakan bentuk penerapan strategi keseimbangan politik. Jokowi cukup resah dengan pertemuan Megawati dan Prabowo, terlebih beredar kabar dalam pertemuan tersebut Megawati mengingatkan Prabowo agar tidak terlalu dekat dengan Jokowi, hal ini tentu tidak menyenangkan bagi Jokowi, bahkan boleh jadi Jokowi merasa terancam, akibatnya ia melakukan manuver, Prabowo membaca denga baik kondisi tersebut, sehingga ia mengutus Jokowi ke Vatikan untuk meredam spekulasi publik tentang keretakan hubungan antara keduanya.
Isu yang beredar di tengah publik bahwa Prabowo tunduk kepada perintah Jokowi nampaknya mulai membuat gusar sanga Presiden, isu ini bisa meruntuhkan upaya Prabowo dalam membangun citra sebagai the real President, sehingga ia memilih menaggapi isu tersebut saat memberi arahan dalam siding kabinet paripurna di Istana Negara. Secara gamblang Prabowo menepis tudingan bahwa ia hanya presiden boneka yang dikendalikan Jokowi, ia membantah kebijakannya diarahkan oleh Jokowi. Pernyataan Prabowo bisa dimaknai dalam dua aspek. Pertama, penegasan bahwa dirinya merupakan the real President yang sedang memimpin Indonesia. Kedua, Prabowo sedang mengirimkan sinyal politik bahwa perlahan ia mulai keluar dari bayang-bayang Jokowi.
Bagi seorang Presiden, seni menjaga keseimbangan politik memang perlu, namun Presiden juga harus menyadari bahwa tugas pemimpin bukan sekadar mengakomodasi kepentingan politik demi stabilitas pemerintahan, lebih dari itu, tugas utama Presiden adalah mengabdi kepada rakyat selaku pemilik kedaulatan tertinggi, kekuasaan yang dimiliki Presiden merupakan pemeberian rakyat, oleh sebab itu ia harus memiliki kepekaan mendengar aspirasi rakyat, kebijakannya harus berlandaskan pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan elit politik yang sedang berebut pengaruh di panggung kekuasaan.






