Demonstrasi Agustus, Alarm Bagi Kebijakan Penguasa

 

Oleh : Zaenal Abidin Riam

Bacaan Lainnya

Pengamat Kebijakan Publik

Aksi unjuk rasa besar-besaran yang terjadi pada Agustus, yang masih berlanjut di awal September merupakan etape penting dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia. Opini umum yang berkembang mengindikasikan lahirnya rasa kaget akibat kemunculan aksi ini, seolah unjuk rasa tersebut tidak terprediksi, pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru, namun bila kita melakukan refleksi kritis paling tidak sebelas tahun terakhir, maka semestinya tidak perlu kaget bila aksi besar terjadi.

Dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir terlalu banyak kebijakan pemerintah yang tidak lahir dari aspirasi rakyat, tapi lebih pada selera penguasa, akibatnya rakyat dirugikan oleh kebijakan tersebut, rakyat melakukan protes, bukan hanya sekali tapi berkali-kali, namun protes mereka tak digubris, paling jauh hanya direspon dengan janji tanpa tindakan konkret, apakah rakyat memilih diam? mungkin untuk sementara waktu, tapi diam memiliki batas, lalu lahirlah peristiwa Agustus yang menandai berakhirnya fase diam, rakyat berbondong turun ke jalan mengekspresikan kekesalan mereka yang tak tertahan lagi.

Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Agustus semestinya dimaknai penguasa sebagai ajang evaluasi total terhadap kebijakan yang selama ini mereka terapkan, rakyat tidak mungkin melakukan protes bila kebijakan yang dikeluarkan penguasa dirasakan tepat, protes tersebut menandai bahwa ada yang salah dari serangkaian kebijakan yang selama ini diterapkan. Kesalahan mendasar terjadi akibat minimnya pelibatan rakyat dalam perumusan kebijakan, akibatnya aspirasi rakyat tidak terserap dalam proses perumusan kebijakan, bahkan rakyat tidak jarang kaget karena sebuah kebijakan telah diputuskan tanpa jelas kapan pembahasannya.

Model pengambilan kebijakan yang menihilkan partisipasi rakyat menyebabkan kebijakan hanya berbasis pada selera penguasa. Masalahnya hal yang dianggap ideal dalam persepsi penguasa belum tentu ideal di mata rakyat, bahkan boleh jadi dinilai buruk dari sudut pandang rakyat. Dalam perjalanannya situasi menjadi semakin rumit karena saat rakyat berupaya melakukan protes terhadap kebijakan tersebut, penguasa tak memberikan respon yang diharapkan, seolah kebijakan itu sudah final, tidak bisa dirubah lagi, padahal prinsipnya semua kebijakan bisa dievaluasi, mengapa? Karena setiap kebijakan pasti berdampak kepada rakyat, bila rakyat dirugikan oleh kebijakan tersebut maka segera evaluasi, terlebih bila rakyat sudah menyuarakan penolakan atas kebijakan itu.

Kebijakan mesti lahir dari rasa empati, sehingga penguasa selaku pengambil kebijakan wajib memiliki empati terhadap kondisi rakyat, dengan begitu mereka akan memahami kebutuhan rakyat. Hasil kebijakan yang dipamerkan pemerintah di ruang konferensi pers hanya menjadi klaim keberhasilan sepihak bila rakyat merasakan sebaliknya, keberhasilan pertumbuhan ekonomi hanya menjadi klaim bila rakyat tetap merasa hidup dalam kesusahan. Semuanya kembali kepada penguasa, apakah tetap akan fokus memburu klaim atau fokus membenahi kehidupan rakyat sampai rakyat merasa hidupnya sudah lebih baik? Penguasa yang memburu klaim akan terjebak pada ilusi keberhasilan, menganggap semuanya sudah semakin membaik tapi kenyataan yang dialami rakyat tidak berbicara demikian.

Lalu bagaimana dengan kerusuhan yang terjadi di Agustus, itu tentu tidak bisa dibenarkan, tugas aparat mengungkap dalangnya, silakan diungkap ke publik, dalam berbagai kasus nampak kerusuhan tersebut berada di luar aktivitas demonstrasi, apakah ada yang mengarahkan kerusuhan tersebut? Silakan aparat mengungkapnya.

Pos terkait