Corruption Joko Widodo di Solo

Corruption Joko Widodo Di Solo

by M Rizal Fadillah

Bacaan Lainnya

Salah satu klaster dosa politik dan hukum Joko Widodo selama menjadi pejabat publik adalah korupsi. Korupsi kekuaasaan sudahlah pasti, akan tetapi korupsi kekayaan juga didapat dari banyak tempat dan kesempatan. Salah satunya di Solo saat menjadi Walikota dan sekembalinya ke Solo setelah selesai menjabat sebagai Presiden. Awal korupsi di Solo berakhir di Solo Juga.

Corruptio Joko Widodo di Solo yang kita angkat di sini adalah pelepasan aset Pemkot Hotel Maliyawan Tawangmangu tanpa persetujuan DPRD 2011-2012 dan penikmatan rumah hadiah negara di Colomadu setelah Joko Widodo pensiun 2024-2025. Kedua kasus ini diindikasi terjadi penyelewengam kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara, melawan hukum dan menguntungkan diri, orang lain, atau korporasi.

PELEPASAN ASET TANPA PERSETUJUAN DPRD

Tanah seluas 7000 M2 adalah milik Pemprov Jateng, sedangkan bangunan Hotel Maliyawan Tawangmangu adalah aset Pemkot Surakarta karena dibiayai APBD Pemkot. Pemprov berniat  membeli bangunan Hotel tersebut tetapi tidak pernah disetujui Walikota Jokowi. Akhirnya ditawarkan agar tanah tersebut dibeli oleh Pemkot Solo, disetujui Walikota dan DPRD. Namun realisasi ternyata macet. Dana jeblok.

Tiba-tiba tanpa persetujuan DPRD Jokowi telah memindahtangankan aset tersebut ke pemilik PT Sritex, Lukminto. Jelas hal ini pelanggaran hukum dan sekaligus diduga kuat terjadi kolusi antara Jokowi dengan Lukminto. Berapa keuntungan yang masuk ke kantong Jokowi menjadi misteri. Bau korupsi pada kasus ini sangat menyengat.

RUMAH KESERAKAHAN JOKOWI

Hadiah negara bagi mantan Presiden memang diatur UU No 7 tahun 1978. Akan tetapi adanya Permenkeu No 120/PMK-6/2022 membuka peluang korupsi. Sekurangnya 4 (empat) indikasi, yaitu :

Pertama, awalnya 9000 M2 yang ditetapkan Mensesneg, ternyata menjadi 12.000 M2. Satu Blok 3000 M2 milik Joko Wiyono disikat dan dibayar APBN juga. Siapa Joko Wiyono tidak jelas, Kades Blulukan tidak tahu kepemilikan atas Joko Wiyono dan hubungannya dengan Joko Widodo. Diduga kedua Joko adalah orang yang sama.

Kedua, konflik kepentingan antara Presiden Jokowi dengan pengelola Mensesneg Pratikno dan Menkeu Sri Mulyani. Pemberian 12.000 M2 dan pembangunan rumah di area seluas itu tidak jelas pagu anggaran. Konflik kepentingan pengadaan merupakan bentuk korupsi menurut UU 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

Ketiga, semula Kepres masa Megawati hanya memberi pagu rumah dan tanah hadiah negara maksimal 20 Milyar rupiah. Di masa SBY Permenkeu 189/PMK-6/2014 memberi batasan untuk tanah dan bangunan 1500 M2. Di masa Jokowi sangat jor-joran boleh memilih sendiri dan ternyata luasan tanah dan bangunan Jokowi sampai 12.000 M2.

Keempat, pemilihan kontraktor terbaik Bali untuk pembangunan rumah Jokowi di Colomadu yakni PT. Tunas Jaya Sanur milik I Gde Dapir tanpa lelang adalah pelanggaran. Untuk nilai puluhan bahkan ratusan milyar tidak boleh dengan penunjukan langsung. Artinya melanggar Perpres No 12 tahun 2021.

Sangat jelas untuk hal di Solo saja Jokowi diduga sangat kuat melakuksn korupsi. Apalagi selama menjadi Gubernur dan menjabat sebagai Presiden. Ada Trans Jakarta, PSN, IKN, Covid 19, Rempang, Nikel, Timah, PIK 1 dan 2, Kereta Whoosh, dan lainnya adalah proyek berbau korupsi yang sulit dihindari dari keterlibatan Jokowi saat itu.

Serakah sekali Jokowi hingga tanah negara 12.000 M2 dimakannya. Ia lupa bahwa sebenarnya kebutuhan Jokowi hanya 2 Meter saja. Kuburan kematian !

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 28 Oktober 2025

Pos terkait