Pecah Kongsi Bupati dan Wabup : Mutasi ASN Picu Protes, Kemendagri Turun Tangan di Sidoarjo

 

SIDOARJO – pantau24jam.net. Ketegangan memuncak di Pemerintah Kabupaten Sidoarjo usai mutasi ASN. Wakil Bupati Mimik Idayana memprotes keras kebijakan Bupati Subandi dan berencana melaporkan ke Kemendagri.

Bacaan Lainnya

Perbedaan pendapat terkait jumlah ASN yang dimutasi dan kurangnya keterlibatan Mimik menjadi pemicu utama. Data kekayaan pejabat daerah juga menjadi sorotan.

Situasi politik di Kabupaten Sidoarjo memanas akibat perselisihan internal di pemerintahan daerah. Senin, 22/9/2025.

Pemicunya adalah mutasi aparatur sipil negara (ASN) yang dilakukan oleh Bupati Subandi yang menuai protes keras dari Wakil Bupati Mimik Idayana.

Ketidaksepahaman ini bahkan berpotensi dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang mengindikasikan seriusnya permasalahan yang sedang terjadi.

Mimik Idayana secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam proses mutasi dan rotasi terhadap 61 ASN, yang meliputi pejabat tinggi dan pejabat administrasi, yang dilakukan pada Rabu, (17/9/2025).

Hal ini sangat disesalkan mengingat sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pergeseran hanya akan dilakukan untuk mengisi 31 jabatan yang kosong di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD).

Perubahan jumlah ASN yang dimutasi tanpa pemberitahuan kepada Wakil Bupati menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan mengenai transparansi dan tata kelola pemerintahan di Sidoarjo.

Mimik Idayana, sebagai bagian dari tim pengarah dalam Tim Penilai Kinerja (TPK), merasa bahwa keputusan yang diambil tanpa konsultasi dengannya merupakan pelanggaran terhadap prosedur dan kesepakatan awal.

Hal ini mencerminkan adanya potensi perpecahan dan ketidakharmonisan dalam pengambilan kebijakan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.

Perselisihan ini juga berpotensi menghambat efektivitas pemerintahan dan pelayanan publik di daerah tersebut, mengingat adanya ketidakpercayaan antara dua pimpinan daerah.

Dalam konteks permasalahan ini, menarik untuk melihat perbandingan data kekayaan pejabat daerah.

Bupati Sidoarjo, Subandi, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Maret 2024 saat masih menjabat sebagai Wakil Bupati, memiliki total kekayaan sebesar Rp 80.605.839.407.

Kekayaan ini didominasi oleh aset tanah dan bangunan senilai Rp 73.204.839.407, yang terdiri dari 18 bidang tanah yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo.

Seluruh kepemilikan ini diklaim diperoleh dari hasil usaha sendiri. Selain itu, Subandi juga memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp 2.290.000.000, yang meliputi berbagai jenis truk dan kendaraan pribadi.

Terdapat juga harta bergerak lainnya senilai Rp 21 juta, surat berharga Rp 5 miliar, serta kas dan setara kas Rp 90 juta. Catatan menariknya, Subandi tidak memiliki utang, yang berkontribusi pada total kekayaan yang sangat besar.

Di sisi lain, Wakil Bupati Mimik Idayana juga memiliki kekayaan yang signifikan. Berdasarkan LHKPN KPK yang disampaikan pada 28 Maret 2024, saat masih menjadi anggota DPRD, Mimik memiliki kekayaan senilai Rp 41.005.743.676.

Aset utama Mimik adalah tanah dan bangunan senilai Rp 22.214.433.000, yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Mimik juga memiliki sejumlah kendaraan dan harta bergerak lainnya, termasuk surat berharga dan kas.

Perlu dicatat bahwa Mimik memiliki utang sebesar Rp 98.500.000, yang mengurangi total kekayaannya. Perbandingan data kekayaan ini dapat menjadi sorotan publik terkait transparansi dan akuntabilitas pejabat publik di Kabupaten Sidoarjo, terutama di tengah konflik internal yang sedang berlangsung.

Konflik antara Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo ini memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas pemerintahan daerah. Protes dari Mimik Idayana menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan mutasi ASN yang dilakukan oleh Subandi.

Perbedaan pendapat mengenai jumlah ASN yang dimutasi dan kurangnya keterlibatan Mimik dalam proses pengambilan keputusan mengindikasikan adanya masalah koordinasi dan komunikasi di antara pimpinan daerah.

Jika konflik ini tidak segera diatasi, dampaknya dapat meluas ke berbagai aspek pemerintahan, termasuk pelaksanaan program pembangunan, pelayanan publik, dan iklim investasi di daerah.

Pelaporan kasus ini ke Kemendagri menunjukkan bahwa perselisihan ini telah mencapai tingkat yang serius dan memerlukan intervensi dari pihak pusat.

Kemendagri diharapkan dapat berperan sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik dan memastikan stabilitas pemerintahan daerah.

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan daerah menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik dan mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang.

Keterbukaan informasi mengenai proses mutasi ASN, termasuk dasar pertimbangan dan keterlibatan semua pihak terkait, sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

Keseimbangan antara kepentingan politik dan kepentingan publik harus menjadi prioritas utama dalam setiap pengambilan keputusan di lingkungan pemerintahan daerah.

Penanganan yang tepat terhadap konflik ini akan menjadi penentu bagi keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sidoarjo

Tim

Pos terkait