Mau Reformasi Tidak, Pak Prabowo ?
by M Rizal Fadillah
Orang semua menunggu kabar tindak lanjut dari rencana Prabowo untuk membentuk Komisi Reformasi Kepolisian. Acungan jempol respons cepat Presiden atas usulan pentingnya reformasi kepolisian pasca kerusuhan akhir Agustus yang lalu. Kepolisian dinilai kurang profesional, penegakan hukum lemah, serta dugaan keterlibatan aparat dalam aksi.
Reformasi adalah jalan terbaik untuk pembenahan mendasar. Struktur, fungsi, pendidikan, dan kualitas personal menjadi bagian penting dari reformasi. Konon Tim atau Komisi sudah terbentuk berjumlah 9 orang. Namun tidak jelas SK dan pelantikannya. Cerita hanya dari omon ke omon saja. Sayang omon nya kurang bertanggungjawab. Maklum rezim omon-omon.
Komisi Reformasi Kepolisian harus dimulai. Tuntutan rakyat atas awal pembuktian adalah ganti Kapolri Sigit Listyo Prabowo. Ini pembuka jalan bagi kelancaran reformasi di dalam tubuh Kepolisian. Tanpa penggantian, pintu tertutup rapat. Benar bahwa reformasi tidak identik ganti Kapolri, tetapi ganti Kapolri adalah reformasi. Binatang itu bukan kuda, tetapi kuda itu binatang.
Jika reformasi mengambang, lambat, atau dinegosiasi ulang, maka fatal bagi kepercayaan publik pada Prabowo. Kebaikan di bidang lain rontok akibat pengabaian atau ketakutan realisasi niat bagus untuk melakukan reformasi. Nila setitik rusak susu sebelanga. Reformasi Kepolisian adalah strategis dan mendesak. Karenanya harus menjadi prioritas.
Dampak buruk bagi Prabowo jika agenda ini mundur maju, tarik ulur, atau basa basi, yaitu :
Pertama, Prabowo kalah gertak oleh Listyo yang telah mengerahkan pasukan Tim Transformasi Reformasi. Melawan kebijakan dan membangkang. Pembangkangan Listyo sukses membuat nyali Prabowo ciut.
Kedua, perencanaan Prabowo tidak pernah matang, selalu sporadis dan politis, emosional dan egois. Tidak mampu menggalang kekuatan riel atas perencanaan populis. Potensi dukungan rakyat tidak dikelola dengan strategis.
Ketiga, mengulang kesalahan reformasi 1998. Ia mengkhianati amanat keluarga, hingga terusir ke Yordania. Mengkhinati karakter prajurit, hingga dipecat dari tentara. Mengkhianati prinsip hak asasi dengan menculik aktivis kritis. Komitmen terhadap nilai kejuangan tidak teguh. Prabowo itu rapuh.
Sebelum terlambat dan berdampak buruk, Prabowo baiknya kembali pada konsistensi dan keberanian prima. Bersama rakyat menjalankan reformasi Kepolisian, pecat Listyo Sigit sebelum dipecat rakyat.
Prabowo itu TNI yang tidak boleh kalah nyali oleh Polisi.
Jangan sampai pertanyaan terus berulang dengan tajam yakni “Mau reformasi tidak, pak Prabowo ?”.
Jawaban ada pada jiwa sang ksatria lembah Tidar, bukan pada raga sang penjaja cinta yang tertukar.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 23 Oktober 2025






