by M Rizal Fadillah
Logika atau alasan rasional anak SD adalah jika rakyat meragukan dan mempermasalahkan ijazah Presiden atau mantan Presidennya, maka jawaban yang paling memuaskan yaitu dengan menunjukkan ijazah asli miliknya. Ya sesedehana itu. Seperti Barrack Obama ketika diragukan kelahirannya segera ia tunjukkan dokumen kelahiran Honolulu nya. Selesai. Tidak ada gonjang-ganjing berkepanjangan.
Berbeda dengan Joko Widodo, ternyata logika itu tidak digunakan. Membiarkan kepenasaran publik berjalan bertahun-tahun. Ia tidak mau menunjukkan ijazah asli baik SMA maupun Perguruan Tinggi. Hampir dapat dikatakan tidak seorangpun diperkenankan melihat ijazah asli milik Joko Widodo. Akibatnya dari berbagai indikasi yang dibaca atau dianalisis maka diduga ijazah Joko Widodo baik SMA maupun S1 nya palsu. Bahkan ijazah SMP dan SD nya pun. Ini sangat luar biasa bagi seorang Presiden.
“Something wrong” kata Chris Komari aktivis demokrasi di USA saat ditanya kemungkinan sebab Joko Widodo tidak mau menunjukkan ijazah miliknya. Ya itulah, jika ijazah itu asli mengapa harus sembunyi ? Siapapun semestinya bangga menjadi alumnus sebuah Universitas ternama, tentu tidak aib untuk memperlihatkan ijazah kelulusannya. Kecuali memang “something wrong” itu.
Akibat “something wrong” ya biasa tidak percaya diri atau ciut nyali. “Preseden buruk jika ditunjukkan” adalah kalimat ngeles tingkat dewa. Faktanya justru preseden buruk jika disembunyikan. Kini semakin besar gelombang ketidakpercayaan atas keberadaan dan keaslian ijazah Jokowi. Dugaan palsu sangat wajar untuk dituduhkan. Jokowi terpojok dan semakin ciut nyali. Jurus mabuk dan jurus panik mulai dijalankan. Delik aduan pencemaran dan fitnah dimainkan, berharap Polisi menolong dan memproteksi.
Kacau balau laporan ke Polda Metro Jaya. Tanggal 30 lapor, tanggal 30 BAP, tanggal 30 itu juga keluar SP Lidik. Hebat. Lucu, dan terkesan hukum dimain-mainkan. Laporan Jokowi adalah delik aduan (klacht delict) tapi ternyata tidak ada nama-nama yang diadukan atau dilaporkan. Polisi disuruh cari yang nanti pantas untuk dilaporkan. Ini bukan saja tidak lazim tetapi melanggar.
Lalu dokumen ijazah-ijazah asli diserahkan menjadi alat bukti. Eh, tidak tahunya dalam Konpers Polda Metro Jaya menyatakan bahwa alat bukti itu hanya foto copy. Kok bisa diterima ? Penistaan pada rakyat dan bangsa Indonesia yang dianggap bodoh dan mudah ditipu oleh cara main Jokowi.
Polda pura-pura tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa ternyata Bareskrim Mabes Polri telah lebih dulu melakukan penyelidikan untuk kasus terkait bahkan pokok.
Polda Metro menerima laporan Jokowi tanggal 30 April 2025 sementara Bareskrim Mabes Polri telah mengeluarkan SP Lidik tanggal 10 April 2025 atas pengaduan atau laporan TPUA tanggal 9 Desember 2024. Jadi kasus ijazah palsu jauh lebih dini telah ditangani Bareskrim. Jadi tidak mungkin ada pencemaran nama baik dan fitnah yang terkait dengan ijazah tanpa dibuktikan ijazah Jokowi itu palsu atau asli.
Proses penyelidikan Polda Metro Jaya harus dihentikan. Tunggu hingga tuntas pemeriksaan Mabes Polri. Jika dipaksakan berjalan maka tontonan kenaifan akan berujung pada kontroversi dan penghukuman rakyat. Polri menjadi bukan penegak hukum tapi perekayasa bahkan penghancur hukum.
Rakyat Indonesia memang benar, jika asli mengapa sembunyi dan ciut nyali ?
Lari sana sini seperti tikus cerurut dan lompat sana sini seperti katak dikejar-kejar badut.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 19 Mei 2025