MAKASSAR – pantau24jam.net. Kalangan aktivis dan pegiat antikorupsi mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) maupun Polda Sulsel segera melayangkan surat panggilan pemeriksaan pada Kepala Dinas Pendidikan Jeneponto Bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait bantuan dana hibah kepada puluhan sanggar seni tanpa berbadan hukum tahun 2023.
Temuan BPK itu harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Temuan tersebut jangan hanya menjadi sekadar tumpukan laporan tanpa ada langkah-langkah penanganan yang dilakukan.
Demikian disampaikan Mulyadi SH, salah satu aktivis dan pegiat antikorupsi Sulawesi Selatan dilansir celebesnews.co.id.Sabtu (1/3/2025) di Kota Makassar.
Mulyadi mendesak aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti temuan BPK yang disinyalir sarat dengan penyimpangan, yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
Katanya, tidak ada alasan lagi bagi aparat penegak hukum untuk menutup mata dan seolah tidak mengetahui adanya temuan tersebut.
Paling tidak, temuan ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap motif dan tindak yang terjadi dalam bantuan dana hibah kepada puluhan sanggar seni tanpa berbadan hukum di Kabupaten Jeneponto tahun 2023 itu.
Tidak hanya itu, kata dia, temuan BPK ini bisa dijadikan bukti awal untuk menelusuri lebih dalam masalah pengelolaan keuangan di Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto.

Dikutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan atas belanja hibah pada Dinas Pendidikan Jeneponto ditemukan Penganggaran belanja hibah berupa hibah kepada sanggar seni ternyata tidak berdasarkan proposal, tidak terdapat pada penjabaran APBD dan sanggar seni sebagai penerima hibah dan tidak berbadan hukum.
Hasil pemeriksaan terhadap realisasi belanja hibah diketahui bahwa terdapat belanja hibah yang dilakukan kepada 30 sanggar seni dengan nilai total Rp180.000.000,00.
Hasil pemeriksaan pada DPA TA 2023 diketahui bahwa nama puluhan sanggar seni tersebut tidak dicantumkan pada Lampiran 3 Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Daftar Nama Calon Penerima, Alamat, dan Besaran Alokasi Dana Hibah Berupa Uang.
Nilai yang dianggarkan dalam DPA tersebut sebesar Rp500.000,00 per bulan yang dikalikan 12 bulan sehingga total satu sanggar seni menerima Rp6.000.000,00 per tahun.
Hibah tersebut dicairkan melalui SP2D Nomor 7059/BPKAD/XII/2023 tanggal 20 Desember 2023 dan cair dari Kasda ke rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 28 Desember 2023 sebesar Rp180.000.000,00
Pemeriksaan lebih lanjut terkait database yayasan ataupun lembaga yang terdaftar pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan diketahui bahwa puluhan sanggar seni tersebut tidak terdaftar.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) diketahui bahwa tidak ada sanggar seni yang berbadan hukum yang ditandai dengan terdaftarnya sanggar seni yang bersangkutan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Lebih lanjut, terdapat 12 sanggar seni yang memiliki akta pendirian melalui notaris dimana 9 diantaranya baru dibuat pada tahun 2023 ketika PPTK menyampaikan informasi akan menerima hibah.
Berdasarkan pemeriksaan atas proposal dari puluhan sanggar seni yang terdaftar sebagai penerima hibah hanya 14 sanggar seni yang memasukkan proposal per bulan Juli s.d. November 2023.
Proposal yang diajukan oleh masing-masing sanggar seni bukanlah proposal yang meminta untuk pembayaran per bulan masing-masing sebesar Rp600.000,00 namun merupakan proposal untuk satu kali kegiatan pembelian alat-alat dengan total nilai sebesar Rp6.000.000,00.
Hal ini berbeda dengan dasar penganggaran yang dimasukkan di mana hibah tersebut ditujukan untuk membiayai operasional sanggar sebesar Rp500.000,00.
Hasil pemeriksaan atas rekening koran bendahara pengeluaran diketahui bahwa rekening untuk menyalurkan dana hibah baru dibuat pada saat akan dilaksanakan pencairan hibah.
Berdasarkan hasil konfirmasi BPK diketahui bahwa terdapat 10 pimpinan sanggar yang merupakan Pegawai Negeri Sipil, tujuh di antaranya merupakan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, lima orang honorer Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta dua orang pensiunan pegawai Pemerintah Kabupaten Jeneponto
Kondisi tersebut mengakibatkan realisasi belanja hibah tidak tepat sasaran dan berisiko disalahgunakan serta penerima hibah tidak memenuhi syarat administrasi secara formal.
Kondisi tersebut disebabkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jeneponto tidak melakukan pengawasan secara optimal kepada Kepala Bidang Kebudayaan dalam hal menyusun anggaran dan melaksanakan kegiatan.
Selain itu, kasus lain pun masih menggelinding. Tentang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jeneponto, H.Oskar Baso, diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan Barang dan Jasa.
Oskar ditengarai telah merangkap jabatan sebagai Pengguna Anggaran (PA) sekaligus menduduki jabatan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Padahal notabenenya, wewenang Kadis selaku Pengguna Anggaran (PA) tidak diperbolehkan merangkap sebagai PPK sesuai Perpres dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah.
Aneh, Surat Keputusan (SK) PPK atas nama yang bersangkutan diduga ditandatangani sendiri oleh sang Kadis
Oskar berdalih jika wewenang tersebut terpaksa dilaksanakan lantaran tak satupun ada pegawai yang mempunyai kompetensi di bidang tersebut.
“Masalahnya tidak ada Pegawai Negeri Sipil (ASN) Dinas Pendidikan Jeneponto yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa jadi, tidak salah kalau saya menjadi PPK,” ujar Kadis Dikbud Jeneponto H.Oskar Baso, SH, M.Pd di ruang kerjanya.

(*)





