JAKARTA – pantau24jam.net. Aiinizzaa, seorang penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) baru-baru ini mengungkapkan rasa kecewa dan kesedihan setelah di-PHK akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam sebuah video yang viral di media sosial, penyiar yang telah mengabdi selama 11 tahun di RRI ini menumpahkan perasaannya, mempertanyakan kebijakan yang berdampak pada pekerja sektor publik.
Aiinizzaa yang bertugas di RRI Pro 2 Ternate ini mengunggah video curhatnya melalui akun Instagram @aiinizzaa.
Dalam video tersebut, ia mengungkapkan bahwa dirinya harus kehilangan pekerjaan akibat kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, meskipun telah memberikan kontribusi selama lebih dari satu dekade.
“Bapak (Prabowo), kami paham bahwa efisiensi anggaran yang bapak lakukan saat ini bertujuan agar program-program bapak dapat berjalan dengan baik, seperti pemberian makan gratis untuk anak-anak,” ujar @aiinizza dengan suara penuh kesedihan dalam unggahan Instagramnya dilansir kilat.com Selasa, 11/2/2025
“Tapi apakah bapak sudah memikirkan bahwa, ketika pagi hari bapak memberikan makan gratis dan bergizi untuk anak-anak, mereka pulang ke rumah dan mendapati orang tua mereka tidak bisa menyediakan makan siang atau makan malam yang layak? Karena orang tua mereka harus di-PHK dan dirumahkan akibat efisiensi yang bapak terapkan”, tambahnya.
“Lalu menurut Bapak, di mana letak cinta bapak kepada rakyat yang bapak klaim cintai?” lanjutnya dengan suara yang semakin parau.
Pernyataan ini memicu berbagai komentar dari warganet yang merasa empati terhadap nasib pegawai yang terdampak kebijakan tersebut.
Video curhat sang penyiar kini telah viral di Instagram dan TikTok, menarik perhatian publik yang mempertanyakan kebijakan efisiensi anggaran yang merugikan banyak pekerja.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI), Yonas Markus Tuhuleruw, mengonfirmasi adanya pengurangan tenaga lepas atau kontributor di RRI.
Menurutnya, keputusan ini merupakan langkah terakhir yang diambil oleh direksi terkait kebijakan efisiensi anggaran yang berlaku pada tahun 2025.
“Keputusan ini sangat sulit, namun kami tidak punya pilihan lain mengingat keterbatasan anggaran,” jelas Yonas dalam keterangannya.
(*)